Salam lestari!
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat meloncingkan blogger ini. Shalawat dan salam juga tak lupa pula kami
lantunkan kepada baginda nabiullah Muhammad SAW, selaku
tokoh reformasi ahlak bagi kita sekalian yang
mengajarkan kepada kebenaran khususnya bagi umat muslim yang telah menunjukan
kepada kita jalan kebenaran dan
kebaikan terutama yang masih tetap
teguh pendirian imannya sampai hari ini.
Blogger ini merupakan salah satu sarana bagi kami untuk mengabarkan setiap berita atau kegiatan yang akan atau telah berlangsung. Blogger ini diciptakan berdasarkan
referensi yang ada, serta merupakan gabungan
dari teman-teman JW, yang inti
dari Blogger ini adalah membahas masalah “Hal-hal yang berkaitan dengan kepecinta alaman atau setiap kegiatan yang terkait didalamnya ”. Dalam penyusunan menu dalam blog ini, kami (penulis) sadar sepenuhnya
atas segala kekurangan dan kesempurnaan sehingga di butuhkan masukan dari
berbagai pihak demi keberlangsungan blog ini .
Akhirnya, kami
selaku penyusun, mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan kawan-kawan mapala serta semua pihak yang bersangkutan, dan untuk
selanjutnya kami bersenang hati menyambut segala kritik dan saran dari para
pembaca yang sifatnya conscruktife (membangun) dalam rangka keberlangsungan blog.
Semoga
Allah SWT selalu menyertai dan meridhoi kita bersama dalam upaya ikut
mencerdaskan kehidupan yang berbudi pekerti luhur. Amin Ya Rabbal‘Alamin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
SEJARAH MAPALA DI INDONESIA
Sebelum kita mengenal lebih jauh sejarah mapala Jaesta Wanasia alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dulu tentang ejarah kepecintaan alam. Sejarah perkembangan organisasi pecinta telah lama berdiri,
walaupun tak terorganisisr secara kompeten. Pada sekitar tahun
1492 sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m) di kawasan Vercors Massif.
Pada waktu itu belum terlalu jelas apakah mereka ini tergolong sebagai
para pendaki gunung yang pertama. Namun beberapa dekade kemudian
orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois
(sejenis kambing gunung). Mungkin saja mereka ini para pemburu yang
mendaki gunung, namun inilah pendakian gunung tertua yang pernah dicatat dalam sejarah. Pada sekitar tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dapat dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di Perancis. Lalu pada tahun 1852 puncak Everest setinggi 8840 meter diketemukan. Orang-orang Nepal menyebutnya Sagarmatha atau menurut orang Tibet menyebutnya Chomolungma. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itulah pendakian ke atap-atap dunia semakin ramai.
Di negara Indonesia sendiri pun telah banyak mengukir sejarah kepencinta alaman. Dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan
“Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju” di Papua.
Nama orang Eropa ini dikemudian hari digunakan untuk salah satu gunung
di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yaitu Puncak Carstensz. Pada tanggal 18 Oktober 1953 di Indonesia berdiri sebuah perkumpulan yang diberi nama “Perkumpulan Pentjinta Alam” (PPA). PPA
merupakan perkumpulan hobby yang dimaksudkan sebagai suatu kegemaran
positif terlepas dari sifat maniak yang semata-mata ingin melepaskan
nafsunya dalam corak negatif. Perkumpulan ini bertujuan mengisi
kemerdekaan dengan kecintaan terhadap negeri ini selepas masa revolusi
yang diwujudkan dengan mencintai alamnya serta memperluas dan
mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya
dan masyarakat umumnya. Awibowo, salah satu pendiri
perkumpulan ini mengusulkan istilah pecinta alam karena cinta lebih
dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi
belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. ”Bukankah kita dituntut
untuk mengabdi kepada negeri ini ?.” Satu kegiatan besar yang pernah
diadakan PPA adalah pameran tahun 1954 dalam rangka ulang tahun
kota Jogja, mereka membuat taman dan memamerkan foto kegiatan. Mereka
juga sempat merenovasi Argodumilah (tempat melihat pemandang di desa
Patuk) tepat di jalan masuk Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta. PPA juga sempat menerbitkan majalah “Pecintja Alam”
yang terbit bulanan. Namun sayang perkumpulan ini tidak berumur lama,
penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum
terlalu mendukung hingga akhirnya pada tahun 1960 PPA dibubarkan.
Sejarah pecinta alam kampus di Indonesia dimula pada era tahun
1960-1970 an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi
dengan dikeluarkannya SK 028/3/1978 tentang Pembekuan Total
Kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan Konsep
Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan mula-mula pendirian Pecinta
Alam kampus dikemukakan oleh Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964 ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah bekerja bakti di TMP Kalibata. Sebetulnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie
sendiri, diilhami oleh organisasi pecinta alam yang didirikan oleh
beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak Gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi
itu keanggotaannya tidak hanya terbatas di kalangan mahasiswa saja.
Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang
ketat, namun sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua.
Setelah berbincang–bincang selama kurang lebih satu jam semua yang
hadir antara lain : Soe Hok Gie, Maulana, Koy Gandasuteja, Ratnaesih (kemudian menjadi
Ny. Maulana), Edhi Wuryantoro, Asminur Sofyan Udin, D armatin Suryadi,
Judi Hidayat Sutarnadi, Wahjono, Endang Puspita, Rahayu,Sutiarti (kemudian menjadi Ny. Judi Hidayat) sepakat untuk membicarakan gagasan tadi pada keesokan harinya di FSUI.
Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI
Rawamangun, di depan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang
sudah disebut ditambah Herman O. Lantang yang saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu
IMPALA singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah pendapat ditampung akhirnya diputuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan dengan membahas kapan dan dimana IMPALA
akan diresmikan. Akan tetapi setelah bertukar pikiran dengan Pembantu
Dekan III bidang Mahalum yaitu Drs. Soemadio dan Drs. Moendardjito yang
ternyata juga menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan
agar merubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Nama ini diberikan oleh Bpk. Moendardjito karena menggangap nama IMPALA terlalu borjuis. MAPALA merupakan singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam, selain itu MAPALA juga memiliki arti berbuah atau berhasil. Dan PRAJNAPARAMITA
berarti dewi pengetahuan. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan
segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil
berkat perlindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu
memang didasari oleh faktor politis selain dari hobi individual
pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah
muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan
perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar
organisasi. Sampai akhirnya diresmikanlah organisasi ini pada tanggal
11 desember 1964 dengan peserta mencapai lebih dari 30 orang.
Dalam tulisannya di Bara Eka (13 Maret 1966), Soe Hok Gie mengatakan bahwa, “Tujuan
Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di
kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam,
tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa
yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui
slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan
mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh barulah
seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik.” Para mahasiswa
itu diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, mencoba
menghargai dan menghormati alam dengan menapaki alam mulai dari lautan
hingga ke puncak-puncak gunung. Mencoba mencari makna akan hidup yang
sebenarnya dan mencoba membuat sejarah bahwa manusia dan alam sekitar
mempunyai kaitan yang erat. Sejak saat itulah Pecinta Alam merasuk tak
hanya di kampus melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah
ibadah, lorong-lorong bahkan ke dalam jiwa-jiwa bebas yang merindukan
pelukan sang alam.
Mapala secara garis besar hanya sebatas singkatan dari Mahaiswa Pecinta Alam. Jaesta Wanasia berdiri sejak 1 Januari 2008. Awal berdirinya mapala ini dipelopori oleh tiga mahasiswa UNIVERITAS PEKALONGAN. Ketiga mahasiwa ini adalah Aries Indra Setiawan, S.Pi., Oktarita Nugraha, S.P., dan Mohammad Nofianto. "Bang Indra" begitulah sapaan hangatnya adalah mahasiswa perikanan yang lahir pada tanggal 10 April 1980. adapun bang Oki (Oktarita Nugraha) adalah mahasiswa pertanian yang lahir pada tanggal 20 Oktober 1980. dan bang Sim (Mohammad Nofianto) adalah mahasiswa ekomnomi yang lahir pada tanggal 13 November. Ketiga mahasiswa ini adalah pencetus lahirnya mapala Jaerta Wanasia Universitas Pekalongan.
SEJARAH MAPALA JAESTA WANASIA
Sebelum berdirinya mapala yang berstatus mapala Univeritas ini pada mulanya telah berdiri lebih dulu mapala-mapala fakultas yang berada di UNIKAL. Setelah mapala fakultas ini sedikit redup, muncullah mapala Jaesta Wanasia untuk menyadarkan rasa kepecintaan alam terhadap alam yang kian hari semakin bertambah sakit. Hasilnya tidak sia-sia. Setelah sekian lama berjuang mendirikan mapala JW, ketiga mahasiswa ini bisa memetik buahnya dengan semakin berkembangnya organisasi kepencintaan alaman dan semakin bertambahnya anggota didalamnya mapala ini semakin eksis dan mencuat kepermukaan.
0 komentar:
Posting Komentar